Feeds:
Posts
Comments

Archive for March, 2012

1. Puisi adalah suara yang terdengar ketika seseorang merasuk jauh ke dalam dirinya, dan setiap jeritan yang bersumber darinya terasa sangat menggugah. Nada suaranya terkadang lantang dan terkadang juga lembut—yang tergantung pada keadaan dan kedalaman spiritual sang penyair. Jadi setiap kata dan suara akan bisa dimengerti sepenuhnya jika seseorang memahami keadaan spiritual dari penggubahnya pada saat puisi tersebut diciptakan.

2. Puisi lahir dan mengambil bentuk berdasarkan kepercayaan, budaya dan pola pikir yang membentuk sensitifitas dan pandangan penyair. Inspirasi membuatnya menjadi lebih dalam dan mentransendesikan kesadaran. Di dalam hati yang penuh inspirasi, sebutir atom bisa menjadi matahari dan setetes air menjadi lautan.

3. Betapapun besar peranan akal pemikiran dalam puisi, namun hati manusia memiliki arahnya sendiri. Mengutip Fuzuli: “Kata-kataku membawa panji pasukan penyair.” Ketika pikiran berkembang dalam hati dan diberi sayap imajinasi, maka mereka mulai membuka pintu ketakterhinggaan.

4. Puisi mengekspresikan dinamika, antusiasme dan kesedihan batin seseorang. Dalam batas-batas tertentu, jika puisi dibuat dengan nilai-nilai kebenaran universal dan abadi, ia akan seperti hidup dan seakan-akan berasal dari alam lain. Setiap doa merupakan puisi dan semua puisi adalah doa jika ia mengepakkan sayapnya menuju ke nilai keabadian.

5. Sebuah puisi yang tumbuh dari landasan nilai-nilai kebenaran serta terbang menembus cakrawala kemurnian akal dengan sayap hati tidak akan mempedulikan pemikiran positivisme. Puisi ini menggunakan material kata-kata dari dunia fisik hanya sebagai wahana untuk menangkap dan memberi bentuk sesuatu yang abstrak.

6. Puisi lebih dari sekedar ucapan kata-kata berirama, karena makna dan ekspresi dari frasa-frasa immaterial akan membangun semangat dan membangkitkan ketakziman di dalam hati. Semua hal merupakan monument dari puisi di dalam dirinya sendiri.

7. Seperti semua cabang dari seni, sebuah puisi yang tidak terhubung dengan ketidakterhinggaan tidak akan bersinar dengan cemerlang dan lambat laun akan meredup. Jiwa manusia terpuaskan dengan keindahan yang tak berhingga, dan kesadaran manusia yang selalu merindukan keabadian akan meminta sang seniman untuk melongok ke masa depan. Seniman yang menolak permintaan ini akan selalu menirukan bentuk semu dari semua hal, karena ia tidak mampu melihat jauh menembus tirai eksistensi ini.

8. Sebuah puisi yang memuat hubungan antara bentuk dan isi, tubuh dan jiwa tanpa mengorbankan salah satu diantaranya akan mencapai harmoni yang dicari dan disukai semua orang. Bahkan imajinasi pun tidak akan mampu untuk memberikan sebuah motif baru seperti yang disediakan oleh puisi. Criteria or Lights of the Way, Izmir 1990, Vol. 3, hal. 12-23

Read Full Post »